Aceh Timur-NAD ormas laki Dpc Aceh timur bersama Masyarakat Gampong Jambo Rehat dan 9 desa/gampong lainnya yang berbatasan dengan lahan HGU Sawit PT Bumi Flora dan PT Dwi Kencana Semesta, mendesak Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat tidak lagi memperpanjang izin HGU PT Bumi Flora yang sudah puluhan tahun menggarap perkebunan sawit di Kecamatan Banda Alam, Kabupaten Aceh Timur.
Seketaris laki Aceh timur Mustafa Kami bersama masyarakat dari 10 gampong di Mukim Kuta Dayah, Kecamatan Banda Alam, yang bergabung dalam Ormas (LAKI) Laskar Antikorupsi Indonesia menyatakan MENOLAK perpanjangan izin HGU PT Bumi Flora,” kata Mustafa , perwakilan Organisasi Masyarakat ( Laki) Aceh timur warga , dalam pers rilis yang diterima awak media kamis (25/7/2024).
Pernyataan sikap ini merupakan bagian dari rekomendasi yang dihasilkan dalam sejumlah pertemuan tokoh masyarakat Gampong Jambo Reuhat dan 9 gampong lainnya di Mukim Kuta Dayah yang muak dengan konflik Agraria di wilayah itu, sejak kehadiran perusahaan sawit di wilayah mereka selama 34 tahun terakhir.
Mustafa mengatakan, sejak 1990 konflik perampasan hutan adat dan kebun-kebun milik warga dilakukan oleh perusahaan swasta dengan menunggangi situasi konflik Aceh saat itu. Sehingga konflik lahan sering berujung pada konflik bersenjata yang menelan korban di pihak warga.
Di bawah tuduhan separatisme, intervensi militer digunakan untuk merampas secara paksa lahan kebun warga yang sebagiannya kini masuk dalam HGU milik PT Bumi Flora dan PT Dwi Kencana Semesta.
“Warga menuntut agar lahan kebun mereka yang diambil perusahaan, dikembalikan kepada masyarakat yang berhak dalam proses yang difasilitasi pemerintah secara bertanggungjawab,” tegas seketaris Mustafa .
Menurutnya, penolakan terhadap kehadiran dua perusahaan sawit tersebut dan tuntutan warga atas penyelesaian konflik agraria ini sebelumnya juga sudah disuarakan pada tahun 2022, tapi diabaikan oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat saat itu.
Sehingga konflik warga dengan perusahaan pun terus berlanjut hingga hari ini, dan semakin diperparah dengan kasus illegal logging dan konflik satwa di wilayah Jambo Reuhat dan sekitarnya.
“Karena itu, masyarakat 10 gampong yang tergabung dalam Ormas Laki Aceh timur , kembali mempertegas pernyataan yang sama seperti yang pernah disampaikan tahun 2022 lalu, yaitu menolak perpanjangan izin HGU PT Bumi Flora, dan menolak peralihan kepemilikan HGU PT Dwi Kencana Semesta kepada perusahaan lain.” Demikian pernyataan sikap yang dihasilkan dalam pertemuan tokoh masyarakat Mukim Kuta Dayah beberapa waktu lalu.
Pertemuan warga 10 gampong di wilayah Mukim Kuta Dayah terkait konflik lahan antara warga dengan perusahaan pemilik HGU Sawit di Kecamatan Banda Alam, Aceh Timur.
Menurut seketaris Ketua Laki, Mustafa dua perusahaan ini tidak mendapat rekomendasi masyarakat untuk diperpanjang izin HGU-nya. “Karena itu kami mendesak pejabat Pemerintah Aceh dan Badan Pertanahan serta pihak-pihak yang terkait dengan kewenangan izin untuk turun tangan terkait persoalan ini, agar masyarakat di Mukim Kuta Dayah mendapatkan keadilan,” desaknya.
Lelang Izin HGU Sawit Khusus terkait peralihan kepemilikan HGU PT Dwi Kencana Semesta (DKS), Mustafa mengatakan bahwa perusahan PT DKS yang diduga bangkrut, kini mencoba melelang izin HGU-nya, dimana proses lelang tersebut sudah dilaksanakan beberapa waktu lalu di Medan (Prov.Sumatera Utara) tanpa melibatkan unsur masyarakat dan mengabaikan rekomendasi bersama yang dihasilkan dalam forum musyawarah masyarakat setempat.
“Terkait persoalan ini, kami berharap pemerintah mengambil sikap dan tindakan yang melayani masyarakat, bukan malah melayani investor yang melakukan perampasan lahan dan perusakan hutan,” tegas Mustafa , mewakili masyarakat 10 desa di Mukim Kuta Dayah, Banda Alam, Aceh Timur.(*)